TREN PENURUNAN PPN Sinyal Pelemahan Konsumsi

23 May 2023

Annasa Rizki Kamalina & Tegar Arief
Selasa, 23/05/2023

Bisnis, JAKARTA — Sinyal pelemahan konsumsi pada tahun ini kembali terlihat, yang tecermin dari turunnya penerimaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dalam negeri pada bulan lalu.

Faktanya, April 2023 merupakan periode Ramadan dan Idulfitri yang secara historis meningkatkan sisi permintaan atau konsumsi masyarakat.

Kementerian Keuangan mencatat realisasi penerimaan PPN dalam negeri pada bulan lalu terkontraksi hingga 10,9% dibandingkan dengan bulan sebelumnya.

Data ini menambah panjang rapor merah konsumsi. Data Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2023 merekam setoran PPN terus menurun sejak awal tahun.

Pada Februari 2023 misalnya, pertumbuhan setoran PPN dalam negeri hanya 91,7%, lebih rendah dibandingkan dengan bulan sebelumnya tumbuh 144,7%. Adapun, pada Maret 2023 pertumbuhan setoran pajak jenis ini hanya 0,5%.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati berdalih penurunan penerimaan PPN dalam negeri disebabkan oleh meningkatnya restitusi dan pergeseran pembayaran karena 30 April 2023 merupakan hari libur.

“PPN dalam negeri April memang mengalami kontraksi. Ini tidak bisa dijadikan alarm namun kita tetap waspada,” kata dia, Senin (22/5).

Sri Mulyani menambahkan, meski secara bulanan turun kinerja PPN domestik secara year-to-date (YtD) masih cukup positif, yakni naik 39,4%, lebih tinggi dibandingkan dengan tahun lalu yang senilai 36,6%.

Jika ditelaah, kinerja PPN itu kontradiktif dengan optimisme konsumen. Mengacu pada Survei Bank Indonesia (BI), Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) pada April 2023 mencapai 126,1, tertinggi sejak Juli tahun lalu.

Becermin pada data tersebut, pemerintah memang sepatutnya mewaspadai turunnya konsumsi yang terefleksi pada penerimaan PPN dalam negeri.

Direktur Eksekutif Segara Institute Piter Abdullah, mengatakan IKK April 2023 lebih mempertimbangkan kondisi Ramadan, Lebaran, dan berakhirnya pembatasan mobilitas sosial.

Adapun, inflasi yang masih tinggi dan berisiko menggerus daya beli belum menjadi pertimbangan. “Inflasi belum dipertimbangkan konsumen, terutama ketika tingkat inflasi dalam range normal,” katanya.

Editor : Tegar Arief