20210716_Bisnis_Rugikan Negara Rp11,63 Miliar, DJP Kaltimtara Limpahkan Kasus Dugaan Pidana Pajak Ke Kejati Kaltim

19 July 2021

Kepala Bidang Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Sihaboedin Effendy menyatakan pelimpahan tanggung jawab tersangka dan barang bukti tersebut merupakan tahap II (P-22) sebagai tindak lanjut tindak pidana di bidang perpajakan yang diduga telah dilakukan oleh MN, Direktur PT EMI dan PT NRJM, serta HS, karyawan lepas PT EMI dan PT NRJM.

Mutawallie – Bisnis.com 16 Juli 2021

Bisnis.com, BALIKPAPAN –- Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Kalimantan Timur dan Utara (Kanwil DJP Kaltimtara) melimpahkan kasus penggunaan Faktur Pajak Tidak Berdasarkan Transaksi Sebenarnya (TBTS) ke Kejaksaan Tinggi Kalimantan Timur (Kejati Kaltim).

Kepala Bidang Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Sihaboedin Effendy menyatakan pelimpahan tanggung jawab tersangka dan barang bukti tersebut merupakan tahap II (P-22) sebagai tindak lanjut tindak pidana di bidang perpajakan yang diduga telah dilakukan oleh MN, Direktur PT EMI dan PT NRJM, serta HS, karyawan lepas PT EMI dan PT NRJM.

“Selama Masa Pajak Januari 2013 hingga Masa Pajak September 2015, MN dan HS telah menggunakan Faktur Pajak TBTS, yang merugikan pendapatan negara sekitar 11,63 miliar rupiah,” dikutip dalam keterangan rilis, Jum’at (16/7/2021). Dia menjelaskan, MN diduga telah melakukan penggelapan pajak dengan cara menggunakan Faktur Pajak fiktif dalam SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sehingga pajak yang disetorkan ke negara menjadi lebih kecil dari yang seharusnya.

“MN melakukan transaksi jual beli bahan bakar jenis solar melalui PT EMI dan PT NRJM tanpa dokumen yang sah, seperti surat jalan, invoice, dan faktur pajak,” jelasnya. Sebagai informasi, kedua perusahaan tersebut terdaftar sebagai wajib pajak di KPP Pratama Samarinda Ulu. Berdasarkan fakta hukum pada proses penyidikan, MN telah melanggar Pasal 39A huruf a Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yaitu dengan sengaja menggunakan Faktur Pajak yang tidak berdasarkan transaksi sebenarnya, dengan kerugian pada pendapatan negara dari sektor perpajakan diperkirakan sebesar 6,53 miliar rupiah.

Atas pelanggaran tersebut, MN dapat dikenai sanksi pidana penjara paling singkat dua tahun dan paling lama enam tahun, serta denda paling sedikit dua kali jumlah pajak dalam Faktur Pajak dan paling banyak enam kali jumlah pajak dalam Faktur Pajak. Berdasarkan keterangan yang diperoleh selama pemeriksaan, HS diketahui menjadi karyawan lepas PT EMI dan PT NRJM sejak tahun 2013 sampai dengan tahun 2015.

HS berperan membantu MN mendapatkan dan menggunakan Faktur Pajak fiktif untuk mengurangi jumlah pajak yang seharusnya disetor kepada negara sehingga menyebabkan kerugian pada pendapatan negara sebesar 2,17 miliar rupiah. Menurutnya, HS telah melanggar Pasal 39A huruf a jo. Pasal 43 ayat (1) UU KUP jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP. Selain itu, HS diduga dengan sengaja turut serta menyampaikan SPT Masa PPN yang isinya tidak benar dan menggunakan Faktur Pajak yang tidak berdasarkan transaksi sebenarnya dari PT PVR, PT MT, PT ABK, PT HWS, PT GPP, PT RMC, PT PEL, PT PN, dan PT MPI. “Perbuatan HS [tersebut] menyebabkan kerugian pada pendapatan negara sekitar 2,92 miliar rupiah,” kata Sihaboedin.

Adapun, dia menuturkan tindakan penegakan hukum perpajakan wajib dilakukan sebagai upaya terakhir (ultimum remedium) demi keadilan, menjaga kesehatan penerimaan negara melalui kontribusi pajak dalam APBN, dan memelihara marwah negara. “Penegakan hukum oleh Kanwil DJP Kaltimtara menjadi pengingat bagi wajib pajak bahwa penyimpangan pelaporan dan penyetoran pajak tidak dapat disembunyikan dan pasti terungkap,” pungkasnya