Ditjen Pajak: Stimulus Fiskal Ganggu Penerimaan Pajak di 2019

29 December 2019

CNBC Indonesia, 29 December 2019 19:17

Jakarta, CNBC Indonesia – Sepanjang tahun lalu, pemerintahan Presiden Joko Widodo gencar menggelontorkan insentif fiskal, terutama dari sisi perpajakan, kepada pelaku usaha. Hal itu ditujukan untuk menggairahkan perekonomian.

Terkait hal itu, Direktur Potensi, Kepatuhan dan Penerimaan Pajak Kementerian Keuangan Yon Arsal mengakui insentif fiskal yang diberikan pemerintah memang berdampak negatif bagi penerimaan pajak. Akan ada penurunan dalam jangka pendek. Sebaliknya, untuk jangka panjang bisa menggairahkan pertumbuhan ekonomi dalam dampak besar.

“Stimulus fiskal sepanjang tahun kemarin memang ada beberapa yang berdampak langsung ke penerimaan (menurun) meski secara nominal gak terlalu besar,” ujar kepada CNBC Indonesia di Jakarta, beberapa waktu lalu.

Yon Arsal lalu mencontohkan restitusi sebagai salah satu stimulus fiskal yang diberikan. Dia mengklaim dunia usaha menanggapi dengan positif.

“(Sebelumnya) Eksportir menerima restitusi dalam beberapa bulan. Sekarang satu bulan tanpa proses pemeriksaan. Kita lihat pertumbuhan restitusi di area yang permintaan restitusi (tinggi) dipercepat ini cukup besar, hampir 30% sampai November lalu. Artinya respons pasar baik. Dengan restitusi cepat, maka eksportir ada cash flow untuk ekspansi usaha ke depan,” kata Yon Arsal.

“Meski jangka pendek memberi tekanan ke penerimaan, jangka panjangnya menguntungkan. Dia lebih cepat menerima uang, cash flow kembali, sehingga bisa lebih ekspansif lagi. Profitabilitas pun meningkat,” lanjutnya.

Selain itu, lanjut Yon Arsal, insentif lain yang diberikan pemerintah, yakni Pajak Penghasilan (PPh) Final bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang beromzet di bawah Rp 4,8 miliar per tahun menjadi 0,5 persen. Aturan ini berlaku mulai 1 Juli 2018.

Kementerian Keuangan mencatat penerimaan pajak sampai akhir November mencapai Rp 1.136,17 triliun atau baru mencapai 72,02% dari target APBN sebesar Rp 1.577,56 triliun. Dengan realisasi ini, maka masih ada kekurangan penerimaan (shortfall) sekitar Rp 441 triliun yang harus dicapai Direktorat Jenderal Pajak (DJP).