Faisal Basri Usul Pajak Mobil Avanza Cs Dihapus Permanen

19 February 2021

– detikFinance

Kamis, 18 Feb 2021

Jakarta –

Pemerintah akan memberikan insentif tarif PPnBM untuk mobil segmen ≤ 1.500 cc kategori sedan dan 4×2 pada Maret 2021 mendatang. Dengan demikian, pembelian mobil baru segmen tersebut akan lebih murah.

Adapun rincian pemberian insentif itu berupa diskon 100% atau pembebasan PPnBM selama periode Maret-Mei 2021, kemudian diskon50% dari tarif normal PPnBM pada periode Juni-Agustus, dan terakhir PPnBM hanya 25% dari tarif normal pada periode September-Desember. Diskon pajak ini akan menggunakan PPnBM DTP (ditanggung pemerintah) melalui penerbitan Peraturan Menteri Keuangan (PMK).

Namun, menurut ekonom senior Faisal Basri, kendaraan ≤1.500 cc misalnya seperti Toyota Avanza sudah tak seharusnya tak dikenakan PPnBM karena tak bisa digolongkan sebagai barang mewah. Ia mengusulkan agar pemerintah menghapuskan PPnBM untuk kendaraan segmen tersebut.

“Justru sudah tidak zamannya lagi mobil di bawah 1.500 cc itu dianggap barang mewah. Jadi bukan dihapuskan cuma ditanggung pemerintah, hapuskan selamanya. Baru itu akan memberikan efek yang luar biasa buat industri otomotif untuk melihat masa depannya. Masa barang mewah sejenis Avanza dan kawan-kawan?” kata Faisal Basri.

Faisal Basri menegaskan, penghapusan PPnBM ini tidak akan menguras penerimaan negara. “Ini tidak akan merugikan keuangan negara juga. Penerimaan PPN plus PPnBm tahun lalu itu Rp 448,39 triliun, besar itu, 42% dari penerimaan perpajakan. Tapi saya duga PPnBM-nya sangat kecil. Jadi juga tidak merugikan,” ujar Faisal.

Hal itu juga disuarakan oleh Ketua Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo)Yohannes Nangoi. Menurutnya, penghapusan PPnBM untuk kendaraan≤1.500 justru menguntungkan semua pihak.

“Semua diuntungkan. Pengusaha mobil diuntungkan karena penjualan naik. Pembeli mobil diuntungkan karena harga turun. Pembeli mobil bekas juga diuntungkan karena harga lebih terjangkau. Dan pada akhirnya karena volume naik, kontribusi kepada negara lebih besar. Jadi tidak ada yang dirugikan, justru diuntungkan,” tegas Yohannes.

Menjawab hal itu,Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo mengakui, meski PPnBM dihapus, pemerintah akan mendapatkan pemasukan dari pos-pos pajak lainnya.

“Kita akan mendapatkan trade off. Lalu, bea balik nama kendaraan bermotor (BBNKB) dan pajak kendaraan bermotor itu kalau ditotal ada sekitar 14,5% pajak yang akan diterima pemerintah pusat dan daerah. Ini belum lagi ada tambahan lain sebenarnya. Pemerintah juga mendapat pemasukan kalau tenaga kerja yang digunakan bertambah, ada tambahan PPh pasal 21. Jasa-jasa yang digunakan juga ada tambahan PPh pasal 23. Termasuk kalau ada komponen impor yang digunakan, ada bea masuk, PPN, dan sebagainya. Dan jangan lupa untuk mobil bekas ada PPN 1% Ini juga akan menambah penerimaan negara,” papar Yustinus.

Di sisi lain, jika industri otomotif tumbuh dan mempekerjakan masyarakat Indonesia dalam jumlah yang lebih besar, maka akan menekan jumlah masyarakat yang selama ini membutuhkan bantuan sosial (Bansos) dari pemerintah.

“Kita juga berharap pemerintah terbantu karena dengan bertambahnya orang yang bekerja untuk lebih ringan untuk memberikan bansos dan sebagainya,” urainya.

Oleh sebab itu, sebenarnya pemerintah sudah menyusun perubahan pengenaan PPnBM dengan menyesuaikan emisi karbon yang dihasilkan dari suatu kendaraan.

“Dalam jangka pendek Oktober sudah diterapkan insentif PPnBM berdasarkan emisi karbon. Nanti akan lebih fair, karena yang rendah emisi dikenakan lebih rendah. Dan emisi tinggi akan dikenakan tinggi supaya mendorong masyarakat membeli kendaraan ramah lingkungan,” papar dia.

Kebijakan itu akan dibuat dalam bentuk peraturan pemerintah (PP). Dengan PP tersebut, maka pengenaan PPnBM akan berbeda dengan yang berlaku saat ini.

Dalam jangka panjang, pemerintah juga sedang menyusun penggantian pengenaan PPnBMengan cukai untuk kendaraan bermotor. Nantinya, pengenaan cukai itu juga disesuaikan dengan emisi karbon dan emisi gas buang kendaraan. Kebijakan tersebut sudah masuk dalam daftar Prolegnas yang ditargetkan rampung pada 2022-2023.

“Secara jangka menengah panjang, pemerintah juga sedang menyusun RUU Cukai yang baru. Nanti PPnBM itu akan menjadi cukai di mana pendekatannya bukan lagi mewah, tetapi akan menggunakan pendekatan pada emisi karbon. Jadi yang emisi karbonnya tinggi, tidak ramah lingkungan akan dikenai cukai yang tinggi. Sedangkan yang ramah lingkungan akan dikenai cukai rendah, bahkan tidak dikenakan. Itu desain kebijakannya,” tutup Yustinus.