IdEA desak penerapan pajak e-commerce ditunda karena halangi perkembangan usaha

14 January 2019

Kontan, Senin, 14 Januari 2019 / 15:32 WIB

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Asosiasi e-commerce Indonesia (idEA) meminta agar pemerintah menunda pelaksanaan PMK no 210/2018 tentang Perlakukan Perpajakan atas Transaksi Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (e-commerce) yang diumumkan berlaku April 2019.

Tak hanya melakukan penundaan, idEA pun meminta agar pemerintah melakukan kajian yang lebih komprehensif atas keputusan PMK ini, khususnya terkait pajak. “Kalau ternyata studinya menunjukkan bahwa ini tidak akan menyulitkan industri, kami bahkan memperbesar kontribusi ekonomi, pasti kami akan dukung,” ujar Ketua Umum idEA Ignatius Untung, Senin (14/1).

Terdapat beberapa sorotan idEA atas PMK ini. Pemberlakuan PMK 210 ini bisa menjadi halangan (entry barrier) yang dapat membebani pelaku usaha khususnya pelaku UMKM yang ingin melakukan transaksi atau berdagang lewat platform e-commerce. Padahal, platform e-commerce dianggap sebagai pembuka peluang bagi jutaan pelaku UMKM karena minimnya risiko yang dimiliki.

Menurut Ignatius, banyak pengusaha mikro yang masih dalam level coba-coba, mencoba mempertahankan usahanya, atau sekedar konsisten dalam berusaha. Dikhawatirkan, halangan yang sulit ini akan membuat pelaku usaha UMKM mengurungkan niatnya untuk berusaha. “Kalau langsung ditodong NPWP, mereka langsung berpikir ini sulit, bukannya mereka tidak mau bayar pajak,” tutur Ignatius.

Berdasarkan data studi populasi UKM di Indonesia yang dilakukan idEA pada 2017. Dari 1.765 pelaku UMKM di 18 kota di Indonesia 80% dari pelaku UMKM masih masuk kategori mikro, 15% masuk kategori kecil dan hanya 5% yang sudah bisa dikatakan masuk usaha menengah. Artinya 80% yang masih berjuang untuk bertahan, menguji model bisnis sebelum bisa membesarkan usaha.

Pemberlakuan PMK ini pun dikawatirkan akan mendorong pedagang untuk pindah ke media sosial yang minim kontrol dan tidak diciptakan untuk melakukan transaksi. Persoalan selanjutnya yang akan dihadapi adalah tentang perlindungan konsumen. Sementara, platform e-commerce sudah mencoba patuh dengan aturan yang ditetapkan.

Tidak adanya perlakukan atau yang sama yang diberlakukan untuk media sosial, membuat platform e-commerce harus berjuang leih keras. Padahal, dari data idEA, 95% pedagang masih berjualan di media sosial dan yang berjualan dimarket place sekitar 19%.

“PMK 210 ini kalau dikeluarkan untuk marketplace dan media sosial tidak diatur itu sama saja membunuh yang masih kecil. Kalau tujuannya untuk mendapatkan pendapatan pajak ya tidak tercapai, seharusnya yang dikejar 95% itu,” kata Ignatius.

idEA pun menyoroti pemberlakukan PMK ini terhadap pertumbuhan ekonomi. Memang pemberlakuan PMK ini bisa meningkatkan penerimaan pajak dalam jangka pendek. Namun, pemberlakuan PMK ini akan menurunkan pengusaha dalam berusaha dan dalam jangka panjang sumbangan pertumbuhan ekonomi dan UMKM dan online dikhawatirkan akan menjadi semakin berat.

Hal lain yang menjadi perhatian idEA adalah bagaimana kesiapan dalam menjalankan PMK ini khususnya terkait upaya platform e-commerce melakukan validasi atas NPWP dan lainnya. Ignatius memandang PMK yang baru diluncurkan pekan lalu ini belum bisa diberlakukan hanya dalam waktu kurang dari tiga bulan.

“Masalah kesiapan infrastruktur dan sistem ini sepertinya tidak akan terkejar hingga 1 April. Cuma tiga bulan kurang. 2,5 bulan sepertinya tidak akan terkejar. Ini bukan hanya kita dengan seller, tapi juga pelaku dengan DJP, dan dukcapil,” tambah Ignatius.

Tak tinggal diam, idEA pun akan melakukan studi lebih lanjut atas pemberlakuan PMK ini. Dengan studi ini akan bisa dilihat seperti apa dampak yang akan ditimbulkan pada pedagang dan marketplace, dan apa pilihan lain yang bisa diterapkan. Lalu, idEA akan menyurati Kementerian Keuangan termasuk Menteri Keuangan untuk segera melakukan audiensi terkait masalah ini.