INTEGRASI NIK DAN NPWP, Amunisi Basis Pajak Baru

13 October 2021

BisnisIndonesia, Tegar Arief, Rabu, 13/10/2021 02:00 WIB

Bisnis, JAKARTA — Pemerintah memiliki amunisi baru untuk menggali basis pajak lebih luas sejalan dengan integrasi antara data kependudukan dan sistem administrasi perpajakan yang diatur di dalam RUU tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.

Rancangan Undang-Undang tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (RUU HPP) yang kini disahkan menjadi undang-undang itu menetapkan Nomor Induk Kependudukan (NIK) akan terintegrasi dengan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).

Integrasi basis data kependudukan dengan sistem administrasi perpajakan bertujuan mempermudah Wajib Pajak Orang Pribadi melaksanakan pemenuhan hak dan kewajiban perpajakannya. Namun, ketentuan di dalam RUU KUP itu tidak secara otomatis menjadikan seluruh masyarakat yang memiliki NIK wajib membayar pajak.

Alasannya, pemerintah pun memiliki klasifikasi khusus terhadap wajib pajak wajib Surat Pemberitahuan (SPT) dan wajib pajak tidak wajib SPT.

Wajib pajak wajib SPT hanya berlaku kepada masyarakat yang memiliki penghasilan per tahun di atas batas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP), atau yang memiliki peredaran bruto di atas Rp500 juta per tahun bagi pengusaha yang membayar Pajak Penghasilan (PPh) Final 0,5%.

Setidaknya, dengan integrasi data ini otoritas pajak bisa meng-capture potensi penerimaan sejalan dengan makin luasnya basis pajak. Hal itu karena transaksi yang sebelumnya dilakukan dengan senyap kini bisa dipantau oleh otoritas pajak.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Kemenkeu Neilmaldrin Noor mengatakan peningkatan basis pajak secara otomatis mengerek potensi penerimaan negara. “Dengan adanya peningkatan tersebut diharapkan dapat meningkatkan pula penerimaan perpajakan,” katanya, Selasa (12/10).

Sejauh ini, otoritas pajak belum menghitung penambahan basis pajak atau potensi penerimaan yang bisa dikantongi oleh pemerintah terkait dengan integrasi data.

Pakar pajak Danny Darussalam Tax Center (DDTC) Bawono Kristiaji mengatakan UU KUP merefleksikan terciptanya keberagaman struktur pajak atau tax mix serta distribusi beban pajak yang lebih adil.

Menurutnya, dari tax mix akan ada upaya meningkatkan kontribusi PPh Orang Pribadi, adanya pajak karbon, serta ruang perluasan objek cukai dan PPN. “Sementara itu untuk distribusi beban pajak yang lebih adil juga terlihat dari dimungkinkannya NIK sebagai pengganti NPWP,” ujarnya.

Pemerhati pajak Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar menambahkan penggunaan NIK sebagai NPWP merupakan bagian dari implementasi penggunaan identitas tunggal atau single identity number.

Dia menambahkan penerapaan identitas tunggal akan banyak bermanfaat dari segi perpajakan, termasuk perluasan basis pajak.

“Di sisi lain, manfaat ini juga dapat digunakan untuk kepentingan lainnya seperti data penerima bantuan sosial yang lebih akurat,” kata dia.

Kendati melakukan integrasi data, di sisi lain basis pajak rawan tergerus menyusul perubahan batas penghasilan kena pajak (PKP) dalam RUU HPP yang telah disahkan menjadi undang-undang.

Pemerintah juga berisiko menghadapi penurunan potensi penerimaan dari masyarakat yang memiliki penghasilan Rp50 juta—Rp60 juta per tahun.

Alasannya, dalam aturan lama wajib pajak kelas ini dikenai tarif 15%, sedangkan dalam aturan baru hanya 5%.