Kontan, Selasa, 11 Desember 2018 / 09:14 WIB KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Wacana polisi memberlakukan aturan blokir Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor ( STNK) kepada penunggak pajak, sudah muncul sejak beberapa bulan lalu. Kini, muncul lagi bahwa waktu penerapannya dimulai awal 2019. Ketika dikonfirmasi, Kasubdit Regident Ditlantas Polda Metro Jaya AKBP Sumardji, menjelaskan, kemungkinan seperti itu, tetapi belum bisa diputuskan sekarang ini. “Sambil menunggu petunjuk pelaksanaan dari Korlantas Polri. Jadi masyarakat khususnya warga DKI Jakarta bisa memanfaatkan bebas denda administrasi sampai 15 Desember 2018 ini,” ujar Sumardji ketika dihubungi Kompas.com, Senin (10/12). Awal tahun depan, kata Sumardji akan dimulai dengan tahap diskusi, sosialisasi, sampai menunggu petunjuk atau arahan dari Korlantas Polri. “Sebab secara aturan harus dari Korlantas. Sejauh ini masyarakat yang punya tunggakan pajak sudah cukup banyak yang mulai membayar dan menanfaatkan program pemutihan atau bebas denda,” kata Sumardji lagi. Aturan tersebut kata Sumardji sudah mengacu dan sesuai dengan UU 22 tahun 2009 dan Perkap 5 tahun 2012. – Pasal 1 ayat 17 Penghapusan Regident Ranmor adalah bentuk sanksi administratif bagi pemilik Ranmor yang tidak melakukan registrasi ulang atau memperpanjang masa berlaku STNK sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun sejak masa berlaku STNK habis berdasarkan data Regident Ranmor pada Polri. – Pasal 110 ayat 1 Ranmor yang telah diregistrasi dapat dihapus dari daftar Regident Ranmor atas dasar: a. permintaan pemilik Ranmor; b. pertimbangan pejabat Regident Ranmor; atau c. pertimbangan pejabat yang berwenang di bidang perizinan penyelenggaraan angkutan umum. – Pasal 114 1. Penghapusan Regident Ranmor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 110 dilakukan dengan memberikan catatan atau tanda cap stempel “dihapus” pada Kartu Induk dan Buku Register pada Regident Ranmor Kepemilikan dan Pengoperasian Ranmor, pada pangkalan data komputer, serta pada fisik BPKB dan STNK Ranmor yang dihapus. 2. Registrasi Ranmor yang sudah dinyatakan dihapus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat diregistrasi kembali.

11 December 2018

Kontan, Selasa, 11 Desember 2018 / 20:37 WIB

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) telah menyaring 72.592 transaksi yang terjaring sistem anti-splitting. Lewat upaya ini, DJBC telah menyelamatkan penerimaan bea masuk dan pajak impor sekitar Rp 4 miliar.

“Pada peraturan sebelumnya beberapa oknum memecah barang kiriman menjadi beberapa pengiriman dengan nilai di bawah US$ 75 dalam satu hari yang sama. Jumlahnya sangat ekstrim yaitu mencapai 400 kiriman dalam satu hari,” ungkap Heru Pambudi, Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan (Kemkeu), Selasa (11/12).

Heru juga menjelaskan program anti-splitting ini dilakukan untuk membuat pedagang fair dalam bisnisnya. Pasalnya, e-commerce memiliki peluang yang besar untuk melakukan transaksi ekspor-impor. Sayangnya pedagang memecah transaksi agar tak terkena bea masuk dan pajak impor.

“Harus fair dengan industri dalam negeri yang telah membayar pajak secara benar dan legal, apalagi mereka sudah memberi lapangan pekerjaan,” ungkapnya.

Data bea cukai menunjukkan nilai barang impor e-commerce melalui barang kiriman naik sekitar 19,03% dibanding tahun sebelumnya. Per November 2018 nilainya mencapai US$ 448,4 juta dengan jumlah dokumen sebanyak 13,8 juta.