Naikkan Tarif PPN, Sri Mulyani Disebut Kayak Kompeni!

18 May 2021

NEWS – Lidya Julita Sembiring, CNBC Indonesia

 

17 May 2021

Jakarta, CNBC Indonesia – Rencana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) mengundang kritik dari Dewan perwakilan Rakyat (DPR). Langkah yang ditujukan untuk menarik penerimaan tersebut dianggap seperti era Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) yang biasa disebut kompeni.

“Cara yang sama pernah diambil di jaman penjajahan Belanda. Ketika kompeni kekurangan uang untuk membiaya operasional pemerintahan jajahan maka kompeni menaikkan pajak,” kata anggota DPR Misbakhun kepada CNBC Indonesia, Senin (17/5/2021).

 

“Kenapa cara kompeni ini dijadikan referensi dan mau ditiru oleh Menkeu Sri Mulyani?” tanya Misbakhun.

Menurutnya, jajaran Kemenkeu sudah kehilangan akal sehat dan kreativitas untuk menggenjot penerimaan, sampai rencana kebijakan ini muncul. Padahal patut dipahami, risiko ekonomi dan politik yang ditimbulkan sangat besar. Meskipun direncanakan PPN menggunakan skema dua tarif.

“PPN ini multi tarif akan menjadi beban bagi wajib pajak karena mengadministrasikan transaksi yang ada di para pemungut pajak yaitu wajib pajak karena menjalankan kewajiban menurut UU,” terangnya.

Ada banyak kebijakan lain yang bisa dilakukan, seperti mengubah prinsip PPN yang full credit system dimana pembeli yang bisa mengkreditkan pajak masukan sepenuhnya diatur ulang menjadi selected credit system dimana tidak semua pajak masukan bisa dikreditkan dan dipakai sebagai pengurang pajak keluaran.

Opsi lainnya restitusi atas lebih bayar PPN dibatasi hanya pada sektor usaha tertentu yg kriteria nya diatur ulang.

“Atau kalau pemerintah mau lebih serius diterapkan GST (Goods And Service Tax) sebagai pengganti PPN dimana mekanisme nya lebih sederhana dibandingkan PPN kita yang menggunakan mekanisme full credit system,” jelasnya.

Anggota dari fraksi Golkar tersebut juga menyayangkan, rencana tersebut sudah disebarluaskan ke publik sebelum konsultasi ke DPR. Dia juga meragukan Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengetahui dengan pasti hal tersebut.

“Kalau tahapan di sisi internal pemerintah belum selesai sampai pada tingkat rapat Paripurna Kabinet tapi sudah dilakukan sosialisasi ke media dalam pandangan saya ini menjadi awal komunikasi yang kurang bagus di publik,” katanya.