Pengusaha: Jangan Naikkan Pajak

17 November 2021

Rabu, 17 November 2021 | 1

JAKARTA, investor.id –   Biaya pemilu serentak tahun 2024 yang menembus Rp 140 triliun dinilai angka yang tidak kecil. Apalagi, di tahun itu, Indonesia belum pulih benar dari pukulan pandemi. Di sisi lain, pajak tidak bisa digenjot terlalu besar pada masa awal pascapandemi Covid-19, karena dunia usaha juga terdampak pandemi.

Ketua Umum Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) Alphonzus Widjadja mengatakan, kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari saat ini 10% ke 11% pada April 2022 dan naik lagi ke 12% pada Januari 2025, hanya akan memberi 3 dampak buruk pada pelaku usaha khususnya di sektor pusat perbelanjaan.

“Ketiga dampaknya adalah kenaikan tarif PPN semakin mendorong ketidakadilan antara penjualan offline dengan online. Selain itu, semakin mendorong belanja ke luar negeri, dan memperburuk daya beli masyarakat kelas menengah-bawah,” kata Alphonzus.

Alphonzus menegaskan, sampai saat ini, ketentuan perpajakan untuk penjualan online dan offline masih timpang serta terkesan berat sebelah, di mana penjualan offline dibebani ketidakadilan perlakuan perpajakan. Kenaikan tariff PPN akan semakin memperlebar jurang ketidakadilan perlakuan perpajakan, yang pada akhirnya akan semakin memberatkan kinerja penjualan offline.

“Dampak Covid-19 tidak serta merta berakhir pada saat berbagai pembatasan diakhiri. Kenaikan tarif PPN pada saat pandemi masih berlangsung ataupun pada saat perekonomian masih terdampak akan semakin memperburuk usaha penjualan offline,” ucap dia kepada Investor Daily, Selasa (16/11).

Alphonzus menjelaskan, hampir semua negara di berbagai belahan dunia khususnya negara tetangga sedang berlomba untuk memberikan berbagai kemudahan dalam sektor perdagangan, guna meningkatkan perekonomiannya. Kenaikan tarif PPN di Indonesia bertolak belakang dengan strategi pemulihan ekonomi di banyak negara, khususnya negara tetangga.

“Sehingga, akan menjadikan harga barang di Indonesia menjadi lebih mahal. Hal ini pada akhirnya akan mendorong semakin maraknya belanja di luar negeri,” tandas dia.

Kenaikan tarif PPN juga akan semakin memperburuk daya beli masyarakat kelas menengah-bawah yang sudah terdampak negatif Covid-19. Berikutnya, dipastikan semakin memberatkan pemulihan perdagangan dalam negeri, yang menjadi salah satu pendorong utama pemulihan perekonomian Indonesia.

Alphonzus menerangkan, kenaikan tarif PPN berpotensi untuk menimbulkan berbagai masalah yang akan semakin memberatkan perekonomian nasional, khususnya untuk sektor ritel.

“Oleh karenanya, sebaiknya rencana kenaikan tarif PPN ditunda paling tidak untuk selama 3 tahun ke depan, atau sampai dengan kondisi perekonomian sudah pulih normal,” ucap dia.

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy Mandey juga mengatakan, sebaiknya kenaikan tarif PPN tidak dilakukan tahun depan. Sebab, masih belum jelas apakah pandemic akan berakhir atau tidak pada tahun depan. Untuk itu, sebaiknya diterapkan paling cepat pada Januari 2023.

“Andai pandemi Covid-19 selesai di tahun depan, maka sebaiknya pemerintah menunggu hingga 6 bulan masa transisi menuju era kenormalan baru. Setelah 6 bulan berjalan, barulah kenaikan tarif PPN diberlakukan. Sehingga sepanjang tahun 2022 difokuskan pada upaya pemulihan ekonomi nasional saja. Kalau pun sudah selesai kan ada masa yang transisi, istilahnya kebiasaan baru yang tidak bisa langsung recovery,” kata dia.

Roy menegaskan, selama pandemi, apapun kebijakan yang berhubungan dengan kenaikan tarif atau pajak seharusnya tidak dilakukan buru-buru. Kenaikan ini akan membuat daya beli masyarakat menurun.

“Dengan dikenakan pajak, orang akan menahan belanja, akhirnya nilai pajaknya juga tidak tercapai. Kalau kenaikan terjadi April tahun depan, masyarakat bisa menahan belanja atau mereka kurangi belanja. Jadi kan tidak tercapai karena nilai transaksinya berkurang. Dinaikkan (tarif pajak) juga percuma, kalau nilai transaksinya berkurang, tidak berdampak bagi harapan dapat pajak lebih,” ucap dia. (ns/ac/en)

 

Editor : Gora Kunjana (gora_kunjana@investor.co.id)