Sri Mulyani Mau Cukai Minuman Berpemanis Diterapkan di 2025

28 August 2024

Anisa Indraini – detikFinance

Rabu, 28 Agu 2024

Detik –

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati serius untuk mengenakan cukai minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) pada tahun depan. Rencana implementasi itu masuk dalam salah satu optimalisasi untuk mencapai target pendapatan negara yang sebesar Rp 2.996,9 triliun di 2025.

Selain untuk mendorong penerimaan, Sri Mulyani mengatakan pengenaan cukai MBDK penting untuk menekan maraknya penyakit diabetes di Indonesia yang dikenal sebagai penyakit tidak menular (PTM).

“Kita melakukan beberapa cukai yang selama ini sudah dibahas dengan Komisi XI DPR. Cukai rokok tetap jalan, cukai minuman berpemanis sesuai dengan tujuan dari Kementerian Kesehatan untuk menjaga meluasnya atau makin tingginya prevalensi diabetes bahkan kepada tingkat anak-anak,” kata Sri Mulyani saat rapat kerja tentang RAPBN 2025 dengan Komisi XI DPR RI, Rabu (28/8/2024).

Sri Mulyani menyebut target pendapatan negara di 2025 sangat ambisius, naik 6,4% dibandingkan tahun ini. Untuk mencapainya dibutuhkan kerja keras yakni dengan terus melakukan reformasi perpajakan dan penerimaan negara.

“Sisi penerimaan kita masih perlu kerja keras. Kami terus melakukan reform di bidang perpajakan dan penerimaan negara. Untuk di bidang reform, penerimaan negara akan dioptimalkan namun dari sisi instrumen juga dilakukan,” ucapnya.

Selain penerapan cukai MBDK, optimalisasi pendapatan negara dilakukan dengan melaksanakan Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) untuk meningkatkan tax ratio, penguatan sistem coretax, CEISA dan Simbara, serta kompatibel dengan digital dan sistem perpajakan global.

“Digital dan sistem perpajakan global akan terus kita amati dan kita sesuaikan karena di level global, G20 terutama, banyak kesepakatan perpajakan global yang akan mempengaruhi kebijakan perpajakan nasional,” ucap Sri Mulyani.

Selain itu dengan reformasi pengelolaan sumber daya alam (SDA) dan barang milik negara (BMN), serta menggunakan instrumen perpajakan untuk insentif.