Sri Mulyani Tegaskan Perlakuan Sama untuk PPN Avtur

12 February 2019

VIVA, Selasa, 12 Februari 2019 | 15:54 WIB

VIVA – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan, perlakuan pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atau PPN terhadap Bahan Bakar Minyak Bumi yang disalurkan ataupun dijual  PT Pertamina, seluruhnya berlaku sama, yakni 10 persen, termasuk bagi bahan bakar Avtur.

Itu ditegaskannya menyusul adanya permintaan dari pelaku usaha untuk dihapuskannya PPN terhadap Avtur. Sebab, pelaku usaha menilai bahwa adanya PPN tersebut turut berkontribusi atas melonjaknya harga Avtur yang kemudian menyebabkan tarif penerbangan pesawat ikut naik.

Namun demikian, Sri mengakui jika besaran PPN untuk bahan bakar Avtur memang tinggi jika dibandingkan dengan negara-negara lain, Kementerian Keuangan bersedia untuk melakukan peninjauan kembali dengan membandingkannya terhadap negara-negara lain yang memang mengenakan PPN Avtur lebih rendah.

“Saya menyampaikan, Garuda pernah menyampaikan, kalau itu sifatnya playing field, kita bersedia untuk meng-compare dengan negara-negara lain. Kita selalu dibandingkan dengan Singapura, Kuala Lumpur (Malaysia),” katanya saat ditemui di kantornya, Jakarta, Selasa 12 Februari 2019.

“Kalau memang treatment terhadap PPN itu adalah sama, ya kita akan lakukan sama hal ini. Kita lihat supaya tidak ada kompetisi yang tidak sehat, antara Indonesia dengan negara lainnya,” tambah menteri yang juga pernah menjabat sebagai Direktur Pelaksana Bank Dunia itu.

Sebelumnya, Ketua Umum Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), Haryadi Sukamdani mengeluhkan kenaikan tarif pesawat akibat monopoli distribusi Avtur oleh Pertamina. Ia menduga Pertamina dibiarkan memonopoli demi meraup keuntungan karena selama ini menerima penugasan.

Saat ini, harga Avtur di Indonesia disebutnya mencapai 20 persen lebih tinggi daripada harga internasional. Kenaikan tarif pesawat itu menurutnya turut berdampak terhadap turunnya tingkat hunian atau keterisian kamar dari pengunjung hotel di kisaran 20 hingga 40 persen.

Karena itu, dia meminta supaya pemerintah dapat menghilangkan beban pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 10 persen atas penjualan Avtur dan suku cadang pesawat disamping membuka pasar Avtur bagi badan usaha lainnya agar harga Avtur yang tercipta sesuai dengan mekanisme pasar.

“Kalau di internasional enggak dikenakan PPN ya seharusnya jangan, karena kalau dikenakan PPN kan maskapai penerbangannya berat. Akhirnya kan balik lagi masalah mereka enggak bisa menutup operasional, mereka mulai aneh-aneh idenya bikin bagasi berbayar dan sebagainya,” kata dia ditemui di Hotel Sahid Jaya, Jakarta Pusat, Senin, 11 Februari 2019.