Tertekan dalam, penerimaan pajak Januari-Mei 2020 turun 10,8%
16 June 2020
Kontan, Selasa, 16 Juni 2020 / 15:19 WIB
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) membuat penerimaan pajak tertekan. Ini disebabkan volume penjualan barang dan jasa pada berbagai sektor rentan tergerus karena aktivitas ekonomi yang melambat.
Laporan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) mencatat realisasi penerimaan pajak sepanjang Januari hingga Mei 2020 sebesar Rp 444,6 triliun.
Angka ini mengalami penurunan 10,8% year on year (yoy) dibanding pencapaian sama tahun lalu yang mencapai Rp 498,5 triliun.
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan, pada bulan Mei 2020, seluruh sektor utama tumbuh negatif dengan kisaran minus (-) 22,2% sampai – 44,95%.
“Seluruh sektor mengalami tekanan yang hampir serupa, yaitu menurunnya penyerahan barang dan jasa,” ujar Menkeu ketika memberikan penjelasan dalam konferensi video, Selasa (16/6).
Lebih rinci, secara bulanan penerimaan pajak bulan lalu hanya mencapai Rp 67,93 triliun, lebih rendah 39% dibanding realisasi Mei tahun lalu sebesar Rp 111,5 triliun. Secara bruto mengalami tekanan, tumbuh negatif 32,7%.
Menkeu menyebut kondisi ekonomi dan insentif fiskal sangat menekan penerimaan bruto. Peningkatan restitusi pajak pun menambah tekanan pada penerimaan neto di bulan Mei.
Sementara itu, berdasarkan sektor usaha, seluruhnya mengalami pertumbuhan negatif. Secara berurutan, kontraksi terdalam sampai akhir Mei 2020 terjadi pada sektor pertambangan sebesar (39,9% yoy), perdagangan sebesar (12% yoy), konstruksi dan real estat (11% yoy), industri pengolahan (6,8% yoy), transportasi dan pergudangan (6,4% yoy), dan sektor jasa keuangan (1,6% yoy).
Sri Mulyani mengatakan ada lima hal yang menjadi batu sandungan penerimaan pajak. Pertama, kontraksi kegiatan impor dan perlambatan penyerahan barang dalam negeri penekan sektor manufaktur dan sektor perdagangan dengan realisasi masing-masing Rp 126,14 triliun dan Rp 84,91 triliun.
Kedua, realisasi sektor jasa keuangan hanya Rp 63,36 triliun karena mulai terpukul oleh perlambatan kredit dan meningkatnya non performing loan (NPL). Ketiga, penurunan harga komoditas masih berlanjut dan makin menekan sektor pertambangan dengan realisasi Rp 18,66 triliun.
Keempat, penurunan kegiatan konstruksi dan penjualan property masih menekan sektor konstruksi dan real estat dengan pencapaian Rp 27,63 triliun.
Kelima, penurunan pengguna transportasi dan pembangunan sarana penunjang masih terus menggerus penerimaan sektor transportasi dan pergudangan yang realisasinya sebesar Rp 19,99 triliun.