Timbulkan Kenaikan Harga, Begini Skema Penerapan Pajak Karbon Sektor Energi

18 November 2021

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengatakan bahwa penerapan pajak karbon akan berpengaruh pada tambahan biaya dan harga pada pemasar energi dari hulu ke hilir industri penghasil karbon.

Rayful Mudassir – Bisnis.com 18 November 2021  |

Bisnis.com, JAKARTA – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengatakan bahwa penerapan pajak karbon akan berpengaruh pada tambahan biaya dan harga pada pemasar energi dari hulu ke hilir industri penghasil karbon. “Ini tentu akan menyebabkan kenaikan harga, baik di sisi hulu maupun di hilir bagi pemasar yang menghasilkan karbon,” kata Arifin Tasrif dalam keterangan resmi, Rabu (17/11/2021).

Menteri Arifin menjelaskan, hasil exercise internal Kementerian ESDM menunjukkan tiga skema perhitungan dasar atas penerapan pajak karbon di sektor energi, yakni US$2 per ton (Rp30/kg CO2e), US$5 per ton (Rp75/kg CO2e), dan US$10 per ton (Rp150/kg CO2e). Lebih lanjut, terdapat tambahan biaya dari sisi produksi maupun tambahan harga dari sisi konsumen oleh produsen yang menghasilkan emisi seperti batu bara, serta minyak dan gas bumi seiring dengan diberlakukannya pengenaan pajak karbon.

Misalnya, apabila pajak karbon ditetapkan sebesar US$2 per ton atau Rp30 per kg CO2e, maka terdapat tambahan biaya US$0,1 per ton dari sisi produksi batu bara dengan intensitas emisi 38,3 Kg CO2/ton, dan produksi minyak dengan intensitas emisi 46 kg Co2/barel. Selanjutnya, dari sisi produksi gas bumi yang memiliki intensitas emisi sebesar 6.984 kg CO2/MMSCF akan dibebankan tambahan biaya US$0,01/MSCF. Baca Juga : Implementasi Pajak Karbon, PHRI : Marketnya Ditahan,

Beban Ditambah Sementara itu, dari sisi konsumen akan ada potensi peningkatan biaya tambahan harga sebesar Rp64 per liter dari BBM yang memiliki intensitas 2,13 kg CO2/liter. Untuk konsumen gas atau LPG terdapat tambahan harga sebesar Rp1.638/MSCF untuk gas dengan intensitas emisi 54,6 kg CO2/MSCF, dan Rp38/kg untuk LPG dengan intensitas emisi 1,26 kg CO2/kg. Pengenaan pajak karbon juga berdampak pada tambahan biaya pada sisi konsumen batu bara.

Terdapat tambahan biaya pembangkit sebesar Rp29/kWh, dan tambahan di industri sebesar US$5 per ton dengan intensitas emisi 2.526 kg CO2/ton atau 0,95 kg CO2/kWh. Baca Juga : Pajak Karbon Berpotensi Kerek Harga Kendaraan Di sektor ketenagalistrikan, jika asumsi penjualan listrik negara 265,85 TWh dengan besaran produksi CO2e mencapai 5,33 ton per tahun, maka pengenaan pajak karbon senilai US$1 per ton akan meningkatkan pendapatan negara senilai Rp76,49 miliar.

Hal tersebut seiring juga dengan penambahan biaya pokok penyediaan (BPP) tenaga listrik senilai Rp76,49 miliar, dan penambahan subsidi listrik senilai Rp20,46 miliar, serta kompensasi senilai Rp61,38 miliar. Sesuai dengan Undang-Undangan Nomor 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, pajak karbon dikenakan atas emisi karbon yang memberikan dampak negatif bagi lingkungan hidup dan memperhatikan peta jalan pajak karbon yang ditetapkan oleh pemerintah dan/atau peta jalan pasar karbon. Tarif pajak karbon ditetapkan paling rendah sebesar Rp30,00 per kg CO2e, di mana berlaku pada 1 April 2022 di subsektor PLTU batu bara dengan skema cap and tax. Adapun, subjek pajak karbon sendiri merupakan orang pribadi atau badan yang membeli barang yang mengandung karbon dan/atau aktivitas yang menghasilkan karbon.