TRANSAKSI HITAM PERPAJAKAN Deru Kencang Mesin Cuci Uang Pajak

24 March 2023

Tegar Arief
Senin, 20/03/2023

Bisnis, JAKARTA — Transaksi gelap di bidang perpajakan makin sulit dibendung, kendati pemerintah terus melakukan penindakan dan menyempitkan celah pelanggaran yang berisiko merugikan negara.n

Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mencatat, pada bulan pertama tahun ini terdapat 789 dugaan tindak pidana di bidang perpajakan yang mengacu pada laporan transaksi keuangan mencurigakan (LTKM).

Angka tersebut naik sebesar 21,94% dibandingkan dengan Desember tahun lalu yang hanya 647 dugaan, dan melesat 45,03% dibandingkan dengan Januari 2022 yang sebanyak 544 laporan.

Tak hanya transaksi gelap, PPATK juga mencatat perpajakan menjadi sektor terbanyak kedua setelah korupsi dari sisi hasil analisis berdasarkan dugaan tindak pidana pada tahun ini. (Lihat infografik)

Data ini menandakan bahwa pencucian uang yang berkaitan dengan perpajakan masih cukup marak di Tanah Air.

Deputi Strategi dan Kerja Sama PPATK Tuti Wahyuningsih mengatakan tindak pidana di sektor keuangan termasuk perpajakan, tidak hanya melibatkan individu, melainkan juga korporasi.

“Awalnya dilakukan perorangan tetapi dalam perkembangannya selanjutnya melibatkan pihak lain misalnya profesional money laundering, bisa personal atau perusahaan,” jelasnya dalam diskusi Ditjen Pajak Kementerian Keuangan, akhir pekan lalu.

Dalam Buletin Statistik Januari 2023 yang dirilis pekan lalu, PPATK juga telah menuntaskan 47 hasil analisis yang berkaitan dengan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Dari jumlah tersebut 11 di antaranya di sektor perpajakan.

Tuti menambahkan, dalam rangka memberikan efek jera dan kepastian hukum, penanganan transaksi gelap tersebut juga bisa dikembangkan melalui TPPU.

Artinya, penegak hukum tidak hanya menindaklanjuti temuan itu hanya pada asal tindak pidana, melainkan juga pada penggunaan atau aliran dana tersebut.

“TPPU menjadi sangat penting karena efeknya dapat dirasakan secara langsung, sehingga memberikan efek jera,” ujarnya.

Perpajakan menjadi salah satu sektor yang teramat rentan dalam konteks pencucian uang dan transaksi mencurigakan.

PPATK mencatat, sepanjang 2020—2022 realisasi penerimaan negara dari hasil analisis dan pemeriksaan yang disampaikan kepada Ditjen Pajak Kementerian Keuangan senilai Rp7,04 triliun.

“Maka perlu TPPI, karena biasanya nilainya lebih besar dibandingkan dengan nilai tindak pidana asal,” ujar Tuti.

Dalam kesempatan terpisah, Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara mengatakan tindak pidana perpajakan yang mencakup tindak pidana pajak dan bea cukai memang bisa ditindaklanjuti dengan TPPU.

Dia menambahkan otoritas fiskal pun selalu melakukan pendalaman untuk melakukan aksi tersebut, dengan berdasar pada laporan intelijen PPATK berupa laporan transaksi dan analisis.

“Ini yang dilakukan oleh wajib pajak yang kita teliti ini ke siapa saja, ke pihak-pihak mana saja, baik orang maupun badan,” kata Suahasil.

Perihal transaksi gelap di bidang perpajakan, sejatinya bukanlah sepenuhnya karena lemahnya aspek pengawasan otoritas pajak maupun lembaga penegak hukum.

Sistem dan regulasi pajak yang diterapkan di negeri ini juga turut membuka celah pelanggaran dalam setiap transaksi yang dilakukan wajib pajak.

Pengajar Ilmu Administrasi Fiskal Universitas Indonesia Prianto Budi Saptono mengatakan sistem pajak masih mengacu pada aturan yang disusun dengan mekanisme politik cukup kental, sehingga mendorong dilakukannya negosiasi-negosiasi intensif.

Dengan kata lain, regulasi perpajakan di Tanah Air disusun dengan unsur-unsur kompromistis sehingga memiliki celah atau tax loopholes dalam implementasinya.

“Hasil kompromi tersebut memunculkan celah yang akhirnya dapat dieksploitasi oleh wajib pajak,” katanya.

Modus pemanfaatan celah tersebut dapat dilakukan secara legal, tetapi tidak sesuai dengan semangat pembuat kebijakan, atau disebut tax avoidance.

Praktik tax avoidance pun menurut Prianto selalu ada karena eksploitasi loopholes yang acap kali muncul.

“Selain itu, peraturan yang makin kompleks menyebabkan wajib pajak melakukan creative compliance,” ujarnya.

Celah tersebut juga tak hanya muncul di sektor pajak, juga pabean yang menjadi pengawas lalu lintas barang antarwilayah.

Editor : Tegar Arief